Pesantren adalah
sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran lahiriahnya.
Hal ini tidak lain adalah wadah, dimana dalamnya itu berdiri beberapa bangunan:
kediaman pengasuh,
masjid, tempat belajar, dan asrama.
Sejatinya, mekanisme kehidupan di pesantren lebih bersifat
simbiosis mutualisme, Dimana ajaran dari kiai kepada santri dan pengabdian
santri kepada kiai merupakan timbal balik yang saling menguntungkan. hal ini
tentunya membekas dalam jiwa seorang santri yang pada akhirnya membentuk sikap
hidup yang sejati. Di sinilah letak daya Tarik yang besar dari pesantren, hingga para orang
tua masih cukup banyak yang bersedia mengirim anaknya ke pesantren.
Semenjak pertama kali memasuki kehidupan pesantren, seorang santri
sudah diperkenalkan sebuah dunia tersendiri, “dipaksa, terbiasa, akhirnya luar
biasa” dimana kesenjangan hidup dipaksa untuk beribadah, dan lambat laun akan
terbiasa. peribadahan menempati kedudukan tertinggi. Pemeliharaan cara-cara
beribadah yang dilakukan secermat mungkin, hingga pada penentuan jalan hidup
seorang santri ketika keluar dari pesantren tidak lepas dari keterbiasaan.
titik pusat kehidupan di letakkan pada ukuran peribadahan. Seorang santri akan memelihara kebiasaan
mandi sunnah tiap hari jum’at, karena itu merupakan kelengkapan beribadah sholat jum’at itu sendiri.
Waktu bertahun-tahun dihabiskan di pesantren tidaklah dirasakan sebagai
kerugian, karena penggunaan waktu di pesantren itu sendiri dinilai sebagai
perbuatan beribadah. seperti
pola penggunaan waktu dalam kehidupan sehari-hari yang mengikuti pola
purnawaktu dengan sholat lima waktu sehari.
Tambatan hati seorang santri dipertautkan pada pengertian beribadah
yang sedemikian luas dan menyeluruh. Begitu kuat cengkaman pengertian ibadah
atas dirinya, hingga ia akan berkorban untuk mencapai cita-cita menjadi seorang
guru atau kiai dan akan rela mengabdi kepadanya, karena itu adalah menifestasi
penyerahan secara mutlak, dan merupakan kerja beribadah pula.
Dari sudut kehidupan ibadah, dapat dimengerti bagaimana kecintaan
pada ilmu pengetahuan agama yang tertanam begitu kuat di pesantren, ilmu agama
dan beribadah menjadi identik. dengan sendirinya muncul kecintaan mendalam pada
ilmu agama sebagai nilai utama yang berkembang di pesantren. Kecintaan inilah
yang dimenifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti penghormatan seorang
santri yang sangat dalam kepada ahli-ahli ilmu agama, kesediaan berkorban dan
bekerja keras untuk menguasai ilmu-ilmu tersebut, dan kerelaan bekerja untuk
mengembangkan dan memajukan pesantren sebagai tempat menyebar ilmu, tanpa
menghiraukan rintangan yang mungkin akan dihadapinya dalam kerja tersebut.
Seperti halnya Pondok pesantren Miftahul Ulum Assimachi Pasuruan, berhasil mencetak ribuan cendekiawan dan ulama yang senantiasa
mengabdi pada negeri. Pondok pesantren ini didirikan oleh KH. Sibaweh pada
tahun 1951. Dan termasuk salah satu pondok pesantren tertua di pasuruan.
Sepintas
pesantren adalah sebuah alternative ideal bagi perkembangan santri, pesantren
memiliki kelengkapan nilai, bangunan social, dan tujuan-tujuan tersendiri,
sehingga lebih terpaku dengan dunia tersendiri dan terpisah dari dunia lain di luarnya.
KH. Jamil Mahfud adalah ketua yayasan pondok pesantren miftahul
ulum assimachi pasuruan, ia adalah pemimpin yang bijaksana, dan itu diakui dari
kalangan santri, pembina pondok pesantren, dan sampai pada masyarakat sekitar.
Ia besar dalam pesantren dan tentu akan
mengabdi untuk pesantren.
Pada awalnya pondok pesantren ini adalah pondok salaf, kemudian
terjadi perkembangan dan kemajuan pesat ketika pengasuh pondok bersepakat menetapkan
pendidikan formal dua tahun silam. salah satu pertimbangan dari pesantren
menetapkan pendidikan formal bahwa, dalam mekanisme pondok pesantren, santri
tidak hanya menguasai ilmu agama yang tertera dalam kitab salaf, tapi juga
harus menguasai ilmu sains, matematika, dan lainnya. ini sebagai bentuk
pengajaran eksotis dalam peradaban pondok pesantren.
Adapun santri yang menetap di dalamnya mencapai 300 santri,
sedangkan yang tidak menetap sebanyak 200 santri, dan 57 pembina. Kegiatan
keseharian santri yang menetap, memperdalam belajar kitab salaf, membahas
kemaslahatan yang populer dalam ruang lingkup masyarakat (Bahtsul masail), dan
belajar kehidupan untuk mandiri.
Sampai saat ini, pondok pesantren setiap tahunnya berhasil mengirim
santri ke beberapa daerah untuk mengajar ilmu agama dan itu sebagai salah satu
syarat untuk mendapat ijazah. setiap alumni harus mengabdi, setelah mengabdi
mereka berhak mengambil ijazah. Dari sisi ini, pengabdi harus memiliki jiwa
pejuang sekaligus petualang, ia harus siap menerima tantangan dan mau belajar
demi melaksanakan tugas dengan baik sesuai harapan yang memberi tugas.
Mengajar ilmu agama bukan suatu kemaslahatan bagi mereka. kewajiban
satu tahun untuk mengabdi adalah kesempatan menggali dunia luar dan sebagai
pengalaman hidup. Masa pengabdian adalah masa belajar, sebagaimana kita ketahui
bahwa belajar yang paling efektif adalah belajar dari pengalaman. Budaya
pengabdian akan menumbuhakan pola pikir yang peduli terhadap sesama. Santri
dalam hal ini menjalankan tugas sebagai kader agama yang mampu menciptakan rasa
peduli terhadap sesama.
Pengabdian adalah sebuah proses pematangan dalam hidup. pengabdi
bukan hanya seorang terpelajar yang membaca teks lalu memahami konsep, dia
seorang aktor sejarah, segala yang dilakukan menjadi catatan perjalanan hidup.
Cara
mengabdi ini adalah bukti konkret berkembang dan majunya pondok pesantren, hal
ini berharga bagi seorang santri untuk peka terhadap asalnya, dan tentu dengan
tidak melupakan identitas kesantrianya.